بوضوح ودون أي ظلال من الشك أنه لا يوجد مخلوق واحد يمكن أن تعطي فوائد وسيئة إلا بإذن الله تعالى ، ثم يقولون أن الكائنات الحية يمكن أن تستفيد ، والمستحيل ميت؟ ، وأين؟ حرمة التوحيد في ايمانهم لم يكن هناك فرق من الأحياء والأموات في الاستفادة إلا بإذن الله ، سوف يعيشون لا تكون قادرة على القيام إلا بإذن الله ، والاستفادة الموت لم يكن من المستحيل إن شاء الله. لأن من شأنه تعطيل قوة الله سبحانه وتعالى للموتى هو كفر واضح.
نعرف أن توسل لا يطلب سلطة أو ميتا المعيشة ولكن توسط لشخص تقي ، أو درجة القرب من الله سبحانه وتعالى ، لا فائدة عرضية من البشر ، ولكن الله مجلس الكون ، الذي اختار هذا الشخص حتى يصبح من الصالحين ، الذين يعيشون أو قوة الله لا يميز بين قتيل وتحد من قدرة الله ، لتقواهم وقربهم من الله لا يزال الأبدية رغم أنهم لاقوا حتفهم.
التالية أسهل مثاله ، تريد التقدم للوظائف ، أو التسول ، ومن ثم ذهبت الى تاجر ثري ، وفرصة في وقت متأخر جيرانكم الذين لقوا حتفهم وخادما مخلصا الذي طالما تغنى من قبل التاجر ، ثم تقوم بتطبيق الآن عن وظائف أو التسول على التاجر ، ويقول لك : "أعطني يا سيدي.. (أو) تفضلوا بقبول طلبي يا سيدي ، أتوسل إليكم.. أنا جارة قريبة فلان وفلان ،
ليست هذه الميزة أخذ الناس الذين ماتوا ، وكيف حول وجهة النظر التي تقول غبي الموتى لا يستطيعون الافادة؟ ، تجار سيكون من الواضح باحترام كبير أو قبول طلبك وظيفة ، أو إعطائك المزيد من المال ، منذ كنت أذكر اسم كان يحبها ، على الرغم من انه مات ، ولكن الحب التاجر سوف يستمر طالما أن التاجر لا يزال على قيد الحياة. ، حتى لو لم يعط ، ولكن تأمل في أن تمنح ستكون أكبر ، ثم ماذا عن وصول الرحيم سورة الرحمن ، الرحمن الرحيم ، ويتعاطف معظم؟ ؟ ويمكن أن جارك الذي توفي لم ترتفع من القبر وانه لا يعرف شيئا عن التطبيق الخاص بك إلى التاجر ، ولكن يحصل على فائدة من الناس الذين لقوا حتفهم بسبب.
Tentang Tawashal dan Washilat
Banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 20 ini, dengan munculnya sekte Wahabi Salafi sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits shahih dibawah ini : “Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu). Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya.
Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits, apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih.
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasululloh saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa :
“Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.”, Maka jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasululloh saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508). Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasululloh saw sendiri bertawassul.
Apakah mereka menyekutukan Rasul saw?, dan Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka menyekutukan Umar?, Na'udzubillah dari pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi, pendapat yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta terhadap kesucian tauhid.
Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan buruk terkecuali dengan izin Allah SWT, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka? Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah, yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah SWT atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada shaleh seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah Pengurus Alam Semesta, yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kekuasaan Allah atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah nya sbb, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata : “Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan,
Bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup., pun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Ar rahmaan Ar rahiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pada si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.
Wa min Allah at Tawfiq
نعرف أن توسل لا يطلب سلطة أو ميتا المعيشة ولكن توسط لشخص تقي ، أو درجة القرب من الله سبحانه وتعالى ، لا فائدة عرضية من البشر ، ولكن الله مجلس الكون ، الذي اختار هذا الشخص حتى يصبح من الصالحين ، الذين يعيشون أو قوة الله لا يميز بين قتيل وتحد من قدرة الله ، لتقواهم وقربهم من الله لا يزال الأبدية رغم أنهم لاقوا حتفهم.
التالية أسهل مثاله ، تريد التقدم للوظائف ، أو التسول ، ومن ثم ذهبت الى تاجر ثري ، وفرصة في وقت متأخر جيرانكم الذين لقوا حتفهم وخادما مخلصا الذي طالما تغنى من قبل التاجر ، ثم تقوم بتطبيق الآن عن وظائف أو التسول على التاجر ، ويقول لك : "أعطني يا سيدي.. (أو) تفضلوا بقبول طلبي يا سيدي ، أتوسل إليكم.. أنا جارة قريبة فلان وفلان ،
ليست هذه الميزة أخذ الناس الذين ماتوا ، وكيف حول وجهة النظر التي تقول غبي الموتى لا يستطيعون الافادة؟ ، تجار سيكون من الواضح باحترام كبير أو قبول طلبك وظيفة ، أو إعطائك المزيد من المال ، منذ كنت أذكر اسم كان يحبها ، على الرغم من انه مات ، ولكن الحب التاجر سوف يستمر طالما أن التاجر لا يزال على قيد الحياة. ، حتى لو لم يعط ، ولكن تأمل في أن تمنح ستكون أكبر ، ثم ماذا عن وصول الرحيم سورة الرحمن ، الرحمن الرحيم ، ويتعاطف معظم؟ ؟ ويمكن أن جارك الذي توفي لم ترتفع من القبر وانه لا يعرف شيئا عن التطبيق الخاص بك إلى التاجر ، ولكن يحصل على فائدة من الناس الذين لقوا حتفهم بسبب.
Tentang Tawashal dan Washilat
Banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 20 ini, dengan munculnya sekte Wahabi Salafi sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits shahih dibawah ini : “Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu). Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya.
Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits, apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih.
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasululloh saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa :
“Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.”, Maka jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasululloh saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508). Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasululloh saw sendiri bertawassul.
Apakah mereka menyekutukan Rasul saw?, dan Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka menyekutukan Umar?, Na'udzubillah dari pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi, pendapat yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta terhadap kesucian tauhid.
Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan buruk terkecuali dengan izin Allah SWT, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka? Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah, yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah SWT atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada shaleh seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah Pengurus Alam Semesta, yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kekuasaan Allah atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah nya sbb, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata : “Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan,
Bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup., pun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Ar rahmaan Ar rahiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pada si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.
Wa min Allah at Tawfiq